Prinsip Sukses Ala "Bob Sadino"

PRINSIP SUKSES ALA "BOB SADINO"
BOB SADINO adalah salah satu pebisnis tergigih yang pernah ada di negeri ini. Bob Sadino, pebisnis nyentrik yang dikenal sebagai pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick wafat di Rumah Sakit Pondok Indah setelah 1 tahun melawan komplikasi penyakitnya. Bob Sadino yang juga kerap disapa dengan “Om Bob” meninggalkan tak hanya legacy bisnis raksasa, melainkan juga berbagai pelajaran penting dalam mengarungi dunia usaha .
Brikut adalah prinsip Bob Sadino yang bisa jadi inspirasi untuk kita :
1. Saat orang Ribut Dengan Target yang Dicanangkan, Bagi Bob Sadino Perjalanan Menuju Sukses Justru Tidak Perlu Memiliki Tujuan
Prinsip Bob Sadino perjalanan tidak perlu punya tujuan
Dalam sebuah wawancara dengan seorang wartawan Bob mengatakan bahwa perjalanan hidup dan bisnisnya selama ini tidak dijalani dengan tujuan yang pasti. Berbeda dengan orang kebanyakan yang mencanangkan target jelas tentang hal-hal yang harus ia capai dalam hidup — Bob Sadino memilih menjalani.
“Dengan adanya tujuan, maka seseorang hanya tertuju pada satu titik yang namanya tujuan. Dia tidak akan berusaha untuk mendapatkan hasil yang melebihi titik tersebut. Padahal potensi setiap orang sangat mungkin melewati titik tersebut. Jadi sayang dong kemampuan saya, bila harus dipaku oleh tujuan.”
Begitu ujar Bob Sadino ketika ditanya mengenai prinsipnya ini. Bob memang dikenal sebagai orang yang santai dan mengalir, tapi bukan berarti ia tidak punya mimpi. Tujuan tidak dicanangkannya bukan karena malas atau takut tidak bisa mencapai target. Justru “tujuan” atau “target” dianggap sebagai belenggu yang bisa menghalangi langkahnya mencapai hal-hal yang lebih dari sekadar tujuan yang telah disepakati itu.  
2. Rencana Adalah Bencana Bagi Bob Sadino. Dalam Bisnis Oom Bob Selalu Menekankan Prinsip “Mengalir Saja”
Prinsip Bob Sadino (2): “Mengalir Saja”
"
Rencana itu cuma berlaku buat mereka yang belajar manajemen. Dari A, B, C, D, sampai Z. Padahal dalam bisnis tidak ada yang seperti itu, bisnis tidak mungkin lurus dan runut saja. Tapi sayangnya di sekolah kita sudah terlalu sering diajarkan bikin rencana. Padahal rencana itu racun, bencana!”Bob Sadino, Mereka Bilang Saya Gila
Prinsip “mengalir saja” memang jadi tali pancang dalam perjalanan bisnis Bob Sadino. Dimulai dari menetap di Belanda selama 9 tahun dan bekerja di sebuah perusahaan pelayaran, Bob beralih haluan jadi pengusaha peternakan ayam saat kembali ke Indonesia. Apakah semua itu direncakan? Jawabnya, “Tidak.”Bob menjalani bisnisnya sesuai keadaan pasar. Tanpa banyak rencana, ia mengambil peluang paling menguntungkan yang ada di depan mata. Terdengar oportunis memang, tapi dari cara ini Kemfood dan Kemchicks terbukti berhasil jadi pemimpin di bidangnya.  
3. Walau Terlahir Sebagai Orang Berada Bob Tidak Mau Berleha-leha. Jadi Kuli Bangunan, Supir Mobil Sewaan, Sampai Pedagang Telur Pernah Dilakoninya
Bob pernah jadi supir mobil sewaan .
Bob Sadino memang lahir dari keluarga yang cukup berada. Saat ayah dan ibunya meninggal, seluruh warisan keluarga jatuh ke tangan Bob sebagai anak bungsu karena kakak-kakaknya yang lain sudah dianggap cukup mampu. Tapi hidup sebagai anak orang kaya tidak menjadikan Bob manja. Dia memilih berkelana keliling dunia dengan setengah uang warisan yang dimilikinya.
Bob sempat terdampar selama 9 tahun di Belanda untuk bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan pelayaran. Sepulangnya ke Indonesia Bob banting setir jadi pengusaha Mobil Mercedes sewaan, dengan ia sendiri sebagai sopirnya. Sebuah kecelakaan yang dialami membuatnya kehilangan Mercedes kesayangannya sehingga otomatis kehilangan modal.
Dengan kondisi sudah punya anak istri, Bob yang kondisi ekonominya terpuruk akhirnya memilih jadi tukang batu dengan upah hanya Rp 100,00 per hari. Barulah setelah itu ia bertemu dengan kolega lama yang menyarankannya berbisnis telur ayam negeri. Keberhasilan Bob tentu tidak bisa dilepaskan dari kegigihannya berusaha. Ia tidak mau duduk manis dengan uang warisan dari orang tuanya yang sebenarnya sudah cukup dari cukup jumlahnya.  
4. Jangan Pernah Cari Untung dan Keberhasilan Dalam Bisnis. Kalau Mau Berhasil Justru Kamu Harus Mencari Kegagalan dan Kerugian!
Kalau mau berhasil justru carilah rugi!
Saran-saran Bob dalam dunia bisnis memang terdengar sedikit sinting. Bagaimana tidak, saat sekolah bisnis mengajarkan mahasiswanya bagaimana menghindari kegagalan, Bob justru menyarankan untuk mendekatinya. Ketika hukum ekonomi menyediakan opsi untuk terus meraih keuntungan, Bob malah menyuruh kita untuk merugi.Seperti biasa, Bob dalam bukunya “Belajar Goblok dari Bob Sadino” selalu memiliki jawaban sendiri atas sarannya ini:
“Orang sudah terlalu terbiasa berpikir secara linier. Kalau mau usaha, pasti mencari untung; mencari berhasil. Padahal dalam usaha itu ya pasti ada rugi dan gagal toh? Bagi kamu yang mau berhasil, justru cari kegagalan sebanyak-banyaknya. Sebab keberhasilan itu hanyalah sebuah titik di puncak gunung kegagalan.”  
5. Kalau Mau Usaha Itu Ya Lakukan Saja. Urusan Hitung-hitungan Tak Usah Dipikirkan
Kalau mau usaha langsung lakukan saja. Tak perlu banyak dipikirkan.
Menurut Bob terlalu banyak orang pintar, lulusan Sarjana, yang urung membuka usaha karena terlalu banyak perhitungan. Bob amat menghindari terjebak dalam kukungan prediksi yang membuatnya tak segera melakoni apa yang jadi keinginannya.
Baginya usaha itu tentang melakukan apa yang harus dilakukan, secepat yang ia bisa dengan sumber daya yang dimilikinya.“Kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak mikir membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. Padahal yang penting adalah action!”Di sini pula jawaban Bob tentang sudut pandangnya pada untung-rugi jadi lebih masuk akal:
“Kalau kita mencari untung duluan, usaha belum tentu dilakukan karena takut rugi. Tapi kalau mencari rugi, usaha pasti dilakukan karena ga takut untung.”  
6. Kuliah Hanya Akan Mengajarkanmu Untuk Tahu. Tapi Bagi Bob Jalanan yang Mengajarkannya Untuk Bisa Jadi Perasa
Bergelut di lapangan membuatmu jadi perasa
"Teori Hanyalah Sebuah informasi basi" .
Begitu ujar Bob ketika dalam suatu kesempatan ditanya mengenai pendapatnya soal bangku kuliah. Dalam berbagai seminar yang diberikannya Bob dengan lantang mengatakan bahwa kuliah adalah sebuah kesia-siaan. Bob bahkan dengan keras berkata bahwa kuliah sama dengan memasukkan sampah ke otakmu. Pendapatnya tentang mahasiswa yang ber-IPK tinggi juga tak kalah pedas.
“Kalau mahasiswa IPK nya sudah 3 koma itu alamat jadi karyawan saja lah. Kalau mau jadi pengusaha, IPK jeblok saja. Karena dengan begitu mau tak mau kamu akan ditolak perusahaan dan terpaksa membuka usaha sendiri.”
Bob memang belajar semua dari pengalaman langsung di lapangan. Baginya pendidikan hanya membuat seseorang jadi pribadi yang pintar bicara, tanpa bisa melaksanakan apa yang sudah direncanakannya.  
7. Kemfood dan Kemchick Adalah Bukti Kecerdikan Bob Melirik Peluang Usaha. Menciptakan Pasar Sendiri Adalah Cara Terampuh Untuk Berhasil Sebagai Wirasusaha
Kemchick dan Kemfood bukti nyata Bob cerdik melirik peluang usaha
Saat Bob memulai usaha ternak ayam petelurnya Bob sempat dicibir sebagai “orang gila” karena dianggap tak akan berhasil. Saat itu pasar telur dalam negeri memang masih didominasi oleh telur ayam kampung yang terkenal lama proses produksinya. Atas bantuan seorang kolega lama yang iba atas kondisi ekonomi Bob yang terpuruk, Bob pun memulai bisnis ternak telur ayam negeri dengan target pasar orang asing di sekitar Kemang.
Tindakan yang dianggap “gila” oleh kebanyakan orang ini sebenarnya merupakan sebuah langkah yang cerdik. Telur ayam dan berbagai daging olahan merupakan panganan konsumsi utama orang asing yang masih belum bisa dipenuhi demand-nya oleh produsen yang ada saat itu. Terlebih fasihnya Bob dan sang istri dalam berbahasa Inggris membuat pelanggan ekspatriat mereka merasa nyaman.
Karena kegigihan dan pelayanan primanya, perlahan bisnis Bob pun berkembang pesat. Kini Kemfood dan Kemchick telah punya nama besar di antara pelanggan setianya. Tak hanya berkecimpung di daging olahan saja, Bob Sadino pun melirik usaha sayuran holtikultura sebagai pengembangan bisnisnya. Gila dan tidak sesuai trend semua ‘kan? Tapi berhasil!  
8. Walau Sudah Berhasil Bob Selalu Menekankan Pada Calon Pengusaha Untuk Jadi Dirinya Sendiri. Jangan Pernah Jadi Mesin Fotokopi, Sesukses Apapun Orang yang Ingin Kamu Fotokopi
Bob tidak ingin mejadikan orang lain sebagai fotokopinya
Sejak awal kemunculannya Bob dikenal dengan penampilannya yang nyentrik. Selalu mengenakan celana pendek dan berkemeja sederhana. Keunikannya ini bahkan membuat Bob sempat diusir dari gedung DPR karena mengenakan celana pendek. Seperti biasa, Bob pun hanya menjawabnya dengan kelakar:
"Mending mana? Saya pakai celana pendek tapi beli pakai uang sendiri atau celana panjang tapi pakai uang rakyat? Hahahahaha.”
Nilai menjadi diri sendiri memang amat Bob junjung tinggi. Ia tidak ingin menjadi fotokopi siapapun dalam menjalani hari. Prinsip ini juga yang ditekankan Bob pada mereka yang ingin menuai kesuksesan seperti dirinya,
“Saya tidak pernah mau membagikan kunci sukses saya. Karena sekali lagi, semua itu ya mengalir saja. Lagipula kalau orang meniru saya, apa bedanya mereka dengan mesin fotokopi? Hina sekali jadi fotokopinya Bob Sadino. Kalau ada orang yang bertanya pada saya, saya bilang, “Ya jalankan saja. Alami saja pengalaman yang Anda alami.”  
9. Sampai Akhir Nafasnya Bob Sadino Tetap Hidup Sederhana Sebagai Manusia. Ia Tak Pernah Merasa Lebih Dari Orang-Orang di Sekitarnya
Sampai akhir hayat Bob tetap sederhana sebagai manusia
Sampai akhir hayatnya Bob menjalani hidup tetap dengan prinsip apa adanya. Pakaian dan penampilan tetap sederhana, khas malah dengan celana pendeknya. Rumahnya yang 2 hektar juga disebut sebagai memanfaatkan apa yang ada. Rumah itu merupakan eks-kebun Bob Sadino yang tidak terpakai, hingga dimanfaatkan sebagai rumah.
Bukan cuma soal gaya hidup. Bob pun dikenal sebagai atasan yang amat memanusiakan bawahannya. Tidak ada pegawai Kemchick dan Kemfood yang ia “comot” dari tengah, semua ia proses dari bawah agar tidak menimbulkan kecemburuan.
Di masa-masa akhir hidupnya Bob bahkan sudah malas menenteng titel “pengusaha.” Ia memilih menyebut dirinya sebagai pengangguran saja.
“Saya hanya penganggur. Tapi saya bisa ekspor ribuan ton ke Jepang. Saya punya kemchick sebagai supermarket, kemfood untuk daging olah dan saya punya 1.600 orang yang bekerja di perusahaan saya. Mau ngapain lagi saya? Jadi saya nganggur.”

Kisah Sukses "William Soeryadjaya" Pendiri PT. Astra

KISAH SUKSES "WILLIAM SOERYADJAYA" PENDIRI PT.ASTRA
Pendiri Astra William Soeryadjaya melalui PT Astra International menggurita dengan berbagai bisnisnya antaralain otomotif, pertambangan, alat berat, perkebunan, keuangan, infrastruktur dan lainnya.
Namun untuk memulai masing-masing lini tersebut tidaklah mudah, seperti sektor perkebunan yang saat ini di bawah naungan PT Astra Agro Lestari.Oom William memulai bisnis perkebunannya melalui proses cukup panjang. Ia tertarik ke bisnis pertanian dan perkebunan karena pada era 1970-an, Indonesia masih banyak impor pangan seperti beras, jagung, gula, dan kacang."Ini adalah peluang bisnis dengan potensi sangat besar yang tidak boleh luput dari rencana besar Astra ke depan," kata Oom William seperti dikutip dari buku 'Man of Honor Kehidupan, Semangat dan dan Kearifan William Soeryadjaya'
Ia punya keyakinan menjalankan bisnis pertanian sangat cerah karena pasarnya skala global dengan harga dolar, namun ongkos produksinya dengan rupiah. Keinginan Oom William ini ternyata tak direspons positif oleh para direksi Astra pada waktu itu, namun ia tetap nekat.
Akhirnya Wiliam mengeluarkan modal sendiri Rp 10 juta setelah gagal melobi bank untuk mendapat pinjaman. Ia membeli 5.600 hektar lahan di Nunyai Lampung Tengah, selanjutnya mendirikan PT Multi Agro Corporation 9 Juli 1973. Melalui perusahaan barunya ini ia menanam gandum, sorgum, dan jagung. Hasilnya, sangat mengecewakan, karena waktu itu Astra sangat awam dengan bidang pertanian.
William pun tak patah arang, ia pun mencoba mengembangkan tanaman singkong atau ubi kayu. Dari bisnis tanaman singkong ini, Oom William mulai memetik keuntungan sehingga bank mau meminjamkan modal untuk bisnis singkongnya. Tahun 1978 membangun pabrik tapioka dari bahan singkong. Multi Agro pun memperluas bisnis ke tanaman kelapa untuk mendapat keuntungan lebih cepat.
Kemudian pada tahun 1982, Oom William menangkap peluang bisnis perkebunan sawit. Langkah awalnya berbisnis sawit, ketika ia membeli 50% saham PT Tunggal Perkasa senilai US$ 3 juta, untuk mengelola sekitar 10.000 hektar sawit.
Melalui proses panjang, kemudian pada 3 Oktober 1988, Oom William membuat perusahaan PT Suryaraya Cakrawala sebagai perusahaan yang khusus bidang divisi agro yang mengelola perkebunan dan sawit. Kemudian berubah nama menjadi PT Astra Agro Niaga pada 1989. Selanjutnya pada 1997, perusahaanya merger dengan PT Suryaraya Bahtera, kemudian berganti nama jadi PT Astra Agro Lestari.
Hingga akhir pada 9 Desember 1997, PT Astra Agro Lestari mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya, dengan menawarkan 125.800.000 lembar saham dengan harga Rp 1.550 per saham. Sebagai tambahan, saham PT Astra Agro Lestari Tbk tertinggi tahun 2012 sempat menembus Rp 24.000 per saham.Kini kontribusi PT Astra Agro Lestari cukup signifikan, padahal sebelumnya unit usaha ini sempat berkali-kali akan dilikuidasi. Dari laba Astra International 2011 sebesar Rp 17,79 triliun, sebanyak 13,99% berasal dari PT Astra Agro Lestari.

Kisah Sukses "Alim Markus" Pendiri Maspion

KISAH "ALIM MARKUS" PENDIRI MASPION
Maspion dan Alim Markus adalah dua nama yang tak terpisahkan. Di Jawa Timur, orang mengenal nama Maspion sebagai kelompok usaha besar, yang menjamah berbagai bidang usaha: industri peralatan rumah tanga, elektronik, perbankan, real estate hingga perbisida. Sedangkan Alim Markus dikenal sebagai Presiden Direktur Grup Maspion, yang mampu melambungkan nama Maspion sebagai salah satu kelompok usaha yang paling bersinar di Jawa Timur. Perkembangan Grup Maspion yang makin pesat belakangan ini memang tidak lepas dari sentuhan tangan dan kegigihan Alim Markus. Pria berperawakan sedang ini rela mengorbankan pendidikan dan masa kecilnya untuk mulai berkiprah di dunia bisnis. “Saya hanya mengenyam pendidikan sampai kelas dua SMP karena keburu membantu usaha orang tua,” menurut Markus. Ya, pada usia 15 tahun, sebagai anak tertua Alim Markus, lelaki yang kini berusia 44 tahun itu diminta untuk membantu bisnis keluarganya, PT Logam Djawa – produsen peralatan rumah tangga sederhana yang terbuat dari alumunium, seperti panci dan wajan. Mulailah Remaja cilik Markus meninggalkan pendidikan formal di Sekolah, dan memasuki ajang pendidikan yang lebih luas: dunia bisnis. Ia keluar masuk pasar dan toko untuk menjajakan barangnya. Bertemu dengan berbagai macam orang, dengan karakternya yang beragam. Dari pergaulan itulah ia menimbah ilmu yang tidak pernah diajarkan di Sekolah. Selain itu, karena merasa pendidikan formalnya kurang, Markus pun mau bersusah payah menambah ilmu di sela-sela kesibukannya menjalankan roda usaha. Ia mengambil berbagai kursus. “Pengetahuan saya dari Sekolah kan sangat minim, mau nggak mau saya harus belajar sendiri,” ujarnya. Maka, ia pun sibuk belajar akuntansi, bahasa Inggris dan Jepang – belakangan ia juga belajar bahasa Korea dan Jerman. Karena perusahaannya masih kecil, Markus pun kemudian menjelajah berbagai aspek dalam pengelolaan usaha. Selain menangani pemasaran dan distribusi, ia pernah menjadi kasir, pemegang buku, dan pekerjaan lainnya. “Karena saya membantu perusahaan sejak kecil sampai besar, maka saya mengalami semua seluk beluk perusahaan,” kata Markus. Berkat gemblengan masa lalunya, hingga kini Markus selalu ingin mengetahui bagaimana perkembangan bisnisnya. Jadi, misalnya, ketika berjalan-jalan di pabrik, ia bisa tahu berbagai proses produksi yang dijalani. Ia memang ingin mengetahui segala sesuatunya secara rinci. “Kita harus mengetahui dan menguasai semua bidang pekerjaan,” kata Markus. Tapi, itu tidak berarti dengan mengetahui secara mendalam semuanya lalu Markus mengerjakan sendiri. “Sebagai pimpinan kita harus bisa Mendelegasikan wewenang,” tuturnya. Cuma ia punya sikap yang jelas, Mendelegasikan wewenang adalah suatu keharusan, tapi dia tetap harus tahu secara rinci. “Kan banyak pengusaha yang bersikap, ‘Ngapain saya tahu secara detail, saya serahkan saja kepada orang sudah cukup.’ Nah, yang seperti itu bukan pengusaha betul. Kita boleh mengetahui, tapi jangan dikerjakan sendiri. Kalau dikerjakan sendiri, kapan selesainya dan kapan memimpin orang lain.” Agaknya, keterlibatan total Markus dalam pekerjaannya itulah yang membuat perusahaan keluarga Alim terus berkembang.
Keinginan Markus untuk maju juga kian menggebu-gebu. Seiring dengan perkembangan usaha, Markus makin rajin menimbah ilmu dari berbagai sumber: mulai dari kursus-kursus (kalau perlu ke luar negeri) hingga berbagai seminar, dan pergaulan dengan kalangan bisnis. Ia pun kerap menyerap gagasan dari berbagai buku yang dibacanya. Kenapa Markus demikian bersemangat menempah diri? “Orang yang tanpa pengetahuan tidak akan menjadi profesional,” kata Markus. Tapi, pengetahuan saja dianggap tidak cukup. Profesional saja masih kurang. Harus ada faktor lain, yakni punya kemauan keras, disiplin, dan ketekunan. “Kalau punya kemauan keras tapi gampang putus asa, itu tidak betul, harus tekun dan langgeng. Kemauan keras tapi tidak disiplin, itu juga salah. Dan yang tak kalah penting kemampuan membawahkan (leadership),” kata Markus, membeberkan kiatnya memimpin Maspion. Belajar sambil berbisnis itulah yang menempahnya hingga cepat matang. Tak heran jika dalam usia yang masih cukup muda, 30 tahun, Alim Markus pun tampil sebagai Presdir Grup Maspion, menggantikan posisi ayahnya pada 1980. Ketika itu, nama Logam Djawa tidak lagi “berbunyi”, karena sejak 1971 Markus bersama ayahnya mendirikan PT Maspion Plastic & Metal Manufacturing. Sejak itu nama Maspion berkibar, dikenal sebagai produsen alat-alat rumah tangga yang terbuat dari plastik dan alumunium. Di industri plastik, yang dihasilkan Maspion bukan Cuma rantang atau termos dan berbagai macam peralatan rumah tangga lainnya, tapi juga pipa PVC. Bahkan lebih ke hulu lagi, masuk ke produk bijih plastik. Demikian pula di alumunium, yang dihasilkan bukan lagi panci-panci sederhana, tapi dengan bahan yang lebih baik, stainless steel dan peralatan rumah tangga berlapis Teflon, serta aluminium untuk konstruksi.
Kini, puluhan perusahaan bernaung di bawah bendera Maspion – kepanjangan nama Mas Pionir. Karyawannya yang tersebar di tiga lokasi pabrik (Maspion Unit I, II dan III) ada 20.000 orang. Untuk memimpin perusahaan sebesar itu, Markus dibantu adik-adiknya: Alim Mulia Sastra, Alim Satria, dan Alim Prakasa. Seperti diketahui, Grup Maspion dibagi dalam beberapa divisi. Dan di setiap divisi, Markus berduet dengan salah satu adiknya. Misalnya, di Indal Alumunium Industry, penghasil peralatan rumah tangga dan berbagai jenis produk alimunium lainnya, Markus bersama Prakasa tampil sebagai pemimpin. “Kalau saya tidak ada, misalnya sedang keluar negeri, maka yang menangani perusahaan ya Pak Markus,” kata Prakasa. Saudaranya yang lain hanya sebatas pemegang saham. “Saham yang dimiliki sama besarnya, hanya saya yang lebih tinggi 5% di bandingkan adik-adik saya untuk setiap perusahaan Grup Maspion,” kata Markus. Dengan pembagian wewenang seperti itu, proses pengambilan keputusan bisa cepat. Misalnya, kalau ada usul untuk mengembangkan usaha di Indal, maka yang berbicara cukup Markus dengan Prakasa. Jika keduanya sepakat, rencana pun dijalankan. Jika tidak, maka perbedaan yang muncul di bawa ke rapat setiap Senin. Rapat yang diselenggarakan di kantor pusat Grup Maspion ini – di Jalan Kembang Jepun, Surabaya – juga dihadiri oleh pemegang saham mayoritas (50%) Grup Maspion, Alim Husein. Di situlah keluarga Alim (Alim Husein, Alim Markus, Alim Mulia Sastra, Alim Satria, Alim puspita dan Alim Prakasa) membicarakan berbagai hal penting yang menyangkut perkembangan Maspion. Bagi Prakasa, peran paling penting dari Markus dalam pengembangan bisnis Maspion adalah penataan sistem manajemennya yang dilakukan pada tahun 1980-an. “Pak Markus sangat memperhatikan penataan ini, mulai dari sistemnya hingga pengadaan perangkat komputer pada tahap awal pengembangan perusahaan,” kata Prakasa, yang baru terjun ke bisnis setelah meraih gelar MBA dari Kanada. Dalam mengembangkan usaha, Markus sangat selektif memilih mitra bisnis. “Kami selalu memilih mitra bisnis yang terbaik di bidangnya,” kata Markus. Umpamanya, Maspion menggandeng Du Pont (Amerika Serikat) yang memiliki teknologi Teflon – kemudian melebar ke industri agrokimia. Dan bermitra dengan Samsung (Korea Selatan) Maspion masuk ke industri elektronik dan electric home appliance, seperti kipas angin dan Setrika. Contoh lain, Raksasa Marubeni diajak bermitra untuk menghasilkan produk antikarat. Ketika membidik industri melamin, Maspion memilih mitra dari Thailand. “Peralatan makan melamin yang dihasilkan perusahaan Thailand itu paling tinggi mutunya di dunia,” kata Markus. Dengan memilih mitra yang paling menonjol prestasi teknologi atau penguasaan pasarnya, Maspion akhirnya mampu menghasilkan produk dengan kualitas tinggi. Itu sebabnya, pesanan dari mancanegara mengalir ke Maspion. Sebuah jaringan toserba di AS, misalnya, memesan peralatan masak yang khusus dipasarkan di Negara Paman Sam itu – Master Cuisine 9000.
Maspion kini sudah besar. Dan itu terjadi karena strategi ekspansi yang diterapkan Markus cukup mengena. “Kami menganut falsafah kalau kami menanam padi, hasilnya pun padi. Kalau kami menanamnya banyak, hasilnya juga banyak,” kata Markus. Jelas, bahwa di bawah kepemimpinan Markus, Maspion akan terus melakukan ekspansi, baik yang masih berkaitan dengan bisnis yang kini ditangani, atau sama sekali bidang usaha baru. Jangan tanyakan apa bisnis inti Grup Maspion. Sebab, bagi Markus, “Core business adalah bisnis yang bisa dikuasai.” Jadi, semua usaha yang dimasuki Maspion adalah bisnis inti. “Konsep saya lain. Kalau kami bisa bersaing dengan orang lain, itulah bisnis inti kami. Jadi, tak berarti saya hanya terjun ke satu industri, tanpa mengembangkan yang lain,” tuturnya serius. “Namanya usaha, ya segala bidang kami masuki,” ujarnya lagi. Bagi Markus, pengembangan usaha adalah hal yang perlu terus menerus dilakukan. Ibarat menanam pohon, kalau hanya bisa menanam lima pohon, lima itulah yang dipelihara sehingga manjadi besar. Setelah berbuah, tanam lagi pohon lain agar pohon yang ada di lahan usahanya bisa berkembang terus. “Dan di bidang itu kami harus menjadi market leader,” katanya. Itu dibuktikan dengan penguasaan pasar plastik peralatan rumah tangga nasional sebesar 30%, pipa PVC 40%, dan alumunium sheet 80%. Namun Markus juga sangat menekankan bahwa dalam pengembangan bisnis tidak perlu serakah. Sebab, kalau serakah, bisa diibaratkan, “Kita ingin menanam pohon sebanyak-banyaknya, tapi kewalahan menyirami dan memupuknya, sehingga hasilnya menjadi jelek.” Dalam menangkap peluang bisnis. Markus mengumpamakan seperti memburuk burung. Dan sebagai pemburu peluang, senjata utama pengusaha adalah permodalan. “Tanpa modal, kan tidak mungkin menjalankan usaha. Modal ini pun harus diakumulasikan, karena dengan modal kecil, usaha yang bisa dimasuki juga kecil,” kata Markus. Sedangkan kemampuan manajemen diibaratkan sebagai kemahiran menembak. “Kita harus aktif.
Peluang usaha adalah burung yang harus dikejar,” ujarnya. Nah, dalam memburu peluang itu, ketepatan waktu juga penting. Sebab, kalau tidak tepat, misalnya membidik terlalu lama, bisa saja tiba-tiba burung tersebut terbang dan kesempatan pun menghilang. “Harus punya keberanian untuk menembak pada saat yang tepat,” kata Markus. Dalam bekerja, semangat efisiensi sangat mewarnai gaya kerja dan penampilan Markus. Ruang kerjanya, misalnya, tidak terlalu besar dan transparan dengan dinding dari kaca tebal. Orang yang lalu lalang di depanya akan mengetahui apakah Markus ada di ruangan atau tidak. Apalagi pintu ruang kerjanya selalu terbuka. Semangat keterbukaan? Tidak persis dimaksudkan begitu. Yang diutamakan efisiensi. “You buka pintu saja sudah kehilangan waktu sekian detik. Kan sayang. Biarkan saja pintu terbuka, toh tidak ada nyamuknya,” kata Markus. Ia pun tidak khawatir gerak-geriknya terlihat oleh bawahannya. “Kalau sama karyawan tidak apa-apa. Tamu kan tidak akan nyelonong begitu saja karena sudah sering di bawah. Sekretaris saya pun bisa menghadap orang sembarangan,” kata Markus. Kepercayaan Markus pada “filternya” memang tidak belebihan. Begitu masuk ke kantor pusatnya di lantai pertama, orang akan segera berhadapan dengan petugas yang akan menanyakan maksud kedatangan orang itu. Jika diizinkan bertemu dengan bos Maspion, tinggal naik tangga ke lantai dua, dan akan berhadapan dengan empat, ya empat sekretaris Alim Markus. “Sekretaris saya memang empat. Tapi semuanya efisien, bekerja penuh. Coba you lihat kalau masuk ke kantor saya, tidak ada orang yang membaca koran. Semua bekerja,” kata Markus. Tidakkah pekerjaan para sekretaris itu bertabrakan satu sama lain? “Tidak. Pekerjaan kami terbagi dalam beberapa masalah. Apalagi Maspion kan perusahaan besar, ada puluhan perusahaan, sehingga permasalahan pun banyak,” kata Wati, yang mengurus bidang umum. Sedangkan untuk urusan jadwal kegiatan Markus, Catherine yang mengatur. Begitulah, jika di luar kantor, atau sedang melaju di atas mobilnya, Markus tinggal mengecek kepada Catherine, apakah ada orang yang mencarinya. Jika ada, ia tinggal menghubunginya. Atau menanyakan persoalan yang mesti diselesaikan pada sekretaris lain jika menyangkut bidang usaha yang dibawahinya. Soal real estate, misalnya, akan langsung berhubungan dengan Setyowati.
Markus, efisien menggunakan waktunya. Setiap hari, bangun pukul 5.00, lalu segera meluncur ke lapangan golf. Dari tempat olah raga, ia tidak balik ke rumah. “Saya mandi dan sarapan di tempat golf, dan langsung ke kantor,” kata Markus. Sebelum pukul 08.00 Markus sudah tenggelam dalam urusan kantor hingga sore hari. Karena itu, sepulang kerja, waktunya dicurahkan untuk keluarga. Markus pantang membawa pekerjaan ke rumah. Demikian pula isterinya, Srijanti, sama sekali tidak pernah menjamah atau merecoki pekerjaan suaminya atau urusan kantor. Jadi, setelah pulang dari kantor, di rumah waktu Markus dihabiskan untuk keluarga, dengan sang isteri dan dua anaknya yang masih kecil. Lima anaknya yang lain bersekolah di Singapura. Praktis rumah di atas lahan seluas 1.800 meter persegi luas bangunannya sekitar 250 meter persegi yang ditata apik itu terasa lengang. Dengan 47 pabrik dan 20.000 karyawan, sebenarnya Maspion dan keluarga alim sudah boleh disebut sukses. Toh, Alim Markus masih merasa bisa mengembangkan kelompok usahanya untuk menjadi lebih besar lagi. Di benaknya sudah tergambar “peta” perkembangan yang akan ditempuh dalam 5 – 10 tahun mendatang. “Jika disituasi ekonomi dan politik tetap stabil seperti sekarang, kami bisa terus berkembang dan menampung tenaga kerja sampai 50.000,” ujarnya. Impian yang cukup “berani”. Soalnya, jangankan mengurus karyawan puluhan ribu, mengelola karyawan yang jumlahnya ratusan saja bisa bikin kelenger.- apalagi kalau muncul aksi mogok. Maspion pun pernah merasakan bagaimana kacaunya situasi ketika para pekerja mogok pada tahun 1993 lalu.
Jika di perusahaan lain tuntutan utama pemogokan biasanya menyangkut penyesuaian upah atau gaji, di Maspion lain, karena tingkat upah di kelompok perusahaan ini memang selalu di atas upah minimal yang ditetapkan Pemerintah. Justru karena upahnya yang sudah lumayan itulah, Maspion terhindar dari pemogokan. Ketika aksi mogok merebak di Surabaya, seorang pejabat di sana menunjuk Maspion sebagai contoh perusahaan besar yang tak pernah dilanda pemogokan, dan meminta pengusaha di Surabaya mencontoh Maspion. Markus ingat persis omongan pejabat itu diucapkan pada bulan Juni 1993. “Eh, tak tahunya pada bulan Juli karyawan Maspion mulai mogok,” kata Markus. Yang menyulut pemogokan, menurut Markus, karena persoalan normatif. Para karyawan meminta agar pimpinan pabrik salah satu unit usahanya dipecat. Alasannya, kepala pabrik tersebut terlalu singkat memberi waktu istirahat, Cuma 39 menit, yang dinilai para karyawan tidak cukup untuk dipakai makan siang dan sembahyang. Apalagi jika hari Jum’at, karyawan harus pontang-panting makan dan sholat Jum’at. Telat sedikit, mereka disemprot pimpinan, lengkap dengan ancaman pemecatan. Situasi itulah yang membuat karyawan mangkir kerja. Markus akhirnya mencopot pimpinan pabrik yang sok kuasa itu, dan memutasikannya ke bagian lain. Ternyata kejadian itu diikuti oleh karyawan bagian lain. Mereka merasa mendapat angin mogok dan meminta pimpinan yang tidak disukai dipecat. Sialnya, ketika aksi mogok digelar terjadi kebakaran di tiga pabrik, “Di Maspion unit 1 kan ada 15 pabrik, yang mogok itu empat pabrik,” kata Markus. Permintaan para karyawan untuk memecat atasannya masing-masing di pabrik kedua, ketiga, dan keempat, ditampik Markus. Ia meminta supaya perselisihkan antara karyawan dan pimpinannya diselesaikan secara hukum. “Siapa yang merasa dirugikan, silakan melapor ke Depnaker atau melalui kepolisian dan ke pengadilan,” kata Markus. Kejadian itu memberi hikmat kepada Markus untuk lebih memperhatikan aspek nongaji karyawannya. Markus, kini setiap Sabtu sore 200 – 300 karyawan Maspion Unit 1 diangkut untuk berolahraga; senam atau lari atau pertandingan antarpabrik. “Mereka berolahraga dan kami menghitung waktu olahraga itu sebagai lembur,” kata Markus. Saat berolahraga itulah, kebersamaan karyawan dengan pimpinannya digalang. Energi para karyawan yang masih muda-muda pun tersalur secara positif.

Kisah Singkat Perjalanan Hidup Hironobu Sakaguchi Pembuat Game Final Fantasy

KISAH SINGKAT PERJALANAN HIDUP HIRONOBU SAKAGUCHI PEMBUAT GAME FINAL FANTASY
Hironobu Sakaguchi (1962) dulu menjabat Direktur Perencanaan dan Pengembangan untuk Square Co., Ltd. Ia adalah pencipta seri permainan Final Fantasy. Pada tahun 1991 ia diberi kehormatan menjabat Wakil Presiden Eksekutif dan tak lama berselang ditunjuk menjadi Presiden Square USA, Inc. Pada tahun 2001, ia mendirikan he Mistwalker, yang mulai beroperasi tiga tahun kemudian.
Sakaguchi bersama-sama Masafumi Miyamoto mendirikan Square pada tahun 1983. Permainan-permainan pertama mereka sangat tidak sukses. Ia lalu memutuskan untuk menciptakan pekerjaan terakhirnya dalam industri permainan dengan seluruh sisa uang Square, dan menamakannya Final Fantasy. Permainan ini, di luar perkiraannya sendiri, ternyata melejit, dan ia membatalkan rencana pensiunnya. Ia kemudian memulai kelanjutan permainan ini dan saat ini telah dibuat Tiga belas permainan Final Fantasy. Setelah enam permainan pertama dipasarkan, ia lebih berperan sebagai produser eksektuif untuk seri ini dan juga banyak permainan Square lainnya.
Sakaguchi memiliki karir yang panjang dalam industri permainan dengan penjualan lebih dari 80 juta unit permainan video di seluruh dunia. Sakaguchi mengambil lompatan dari permainan ke film saat ia mengambil peran sebagai sutradara film dalam Final Fantasy: The Spirits Within, sebuah film animasi yang didasari dari seri permainan terkenalnya Final Fantasy. Akan tetapi, film ini ternyata gagal dan menjadi salah satu film yang paling merugi dalam sejarah perfilman, dengan kerugian lebih dari 120 juta USD yang berujung dengan ditutupnya Square Pictures. Sakaguchi lalu diturunkan dari posisi eksekutif Square. Kejadian ini juga mengurangi keuangan Square dan akhirnya membawa Square bergabung dengan saingannya Enix, menjadi Square Enix. Sakaguchi lalu mengundurkan diri dari Square dan mendirikan Mistwalker dengan dukungan finansial dari Microsoft Game Studios.
Pada tahun 2001, Sakaguchi menjadi orang ketiga yang masuk dalam Academy of Interactive Arts and Science’ Hall of Fame. Pada bulan Februari 2005 diumumkan bahwa perusahaan Sakaguchi, Mistwalker, akan bekerja sama dengan Microsoft Game Studios untuk memproduksi dua permainan role-playing game untuk Xbox 360.
Pelajaran berharga: Dari awal karier, beliau banyak mengalami kegagalan, namun beliau tidak pernah menyerah hingga akhirnya menciptakan seri “Final Fantasy” yang sangat di nantikan kehadirannya, bahkan di puncak kariernya beliau kembali menghadapi kegagalan melalui proyek kontroversialnya (Final Fantasy : Spirit Whitin) yang mengakibatkan penurunan jabatan dan penutupan “Square Pictures” hingga akhirnya pengunduran dirinya dari Square.
Namun itu bukan akhir dari beliau, tapi menjadi loncatan bagi dia untuk kembali bangkit.

Kisah Perjalanan Hidup "Steve Jobs" Pencipta Apple

KISAH PERJALANAN HIDUP "STEVE JOBS" PENCIPTA APPLE
Siapa yang tidak tau produk-produk Apple? mulai dari Personal Computer, Notebook, Tablet, Mp3-Player, hingga Smart Phone dan lain-lainnya, sperti yang di bawah ini:
Dan bagaimanakan cerita kehidupan orang hebat ini yang mampu mengubah perkembangan teknologi dunia dan terkenal dengan kecanggihannya dibanding dengan brand elektronik lainnya. berikut ceritanya:
Satu tahun yang lalu, adalah hari kepergian Steve Jobs, tokoh besar di balik Apple.Situs Apple memperingatinya dengan memuat video memorial pada halaman utamanya serta secarik surat pendek dari Tim Cook, CEO Apple saat ini.
Namun, bagaimana perjalanan hidup Steve Jobs sebenarnya? Besar sebagai anak angkat, perjalanan hidup Steve Jobs memang tidak mudah. Namun, ia membuktikan bahwa keteguhan hati akan membuat perubahan bagi hidup seseorang; bahkan perubahan bagi dunia. Berikut ini kisahnya.
Meskipun berat, keputusan Joanne sudah bulat. Ia akan merelakan bayi yang dikandungnya untuk diadopsi. Bukan tidak sayang, namun ia dipaksa keadaan. Ayahnya tidak merestui hubungannya dengan Abdullah Jandali, kekasih sekaligus ayah bayi yang dikandungnya itu. Namun Joanne ingin menjamin masa depan bayinya, sehingga ia mengajukan satu syarat: anaknya harus diadopsi pasangan bergelar sarjana.
Kandidat utama orang tua angkat itu sebenarnya adalah seorang pengacara. Namun ketika pada Joanne melahirkan seorang bayi di tanggal 24 Februari 1955, pasangan tersebut menarik diri. Mereka mencari seorang bayi perempuan, sementara Joanne melahirkan bayi laki-laki. Akhirnya dicarilah pasangan lain, yaitu Paul dan Clara Jobs.
Masalahnya, Clara tidak pernah lulus kuliah; Paul bahkan tidak pernah lulus SMA. Joanne sempat bimbang, namun akhirnya rela melepas anak laki-laki tersebut setelah pasangan Jobs memberi menjamin: anak laki-laki itu suatu hari akan kuliah.
Dari kisah dramatis itulah, kisah seorang pria bernama Steve Jobs dimulai.
Masa Kecil Jobs
Sedikit ironis bahwa orang tua biologisnya justru menikah setelah Steve Jobs diadopsi dan memiliki satu orang anak lagi, Mona Simpson. Steve Jobs sendiri baru mengetahui tentang orang tua kandungnya itu pada usia 27 tahun.
Jobs kecil tinggal di seputaran Silicon Valley, maka tak heran kalau kecintaannya terhadap benda-benda elektronik sangat besar. Di sini mulai terlihat bakatnya dalam mengutak-atik benda elektronik, termasuk komputer pada jaman itu.
Saat SMA, di sela-sela waktu luangnya Jobs sering berkunjung ke Hewlett-Packard. Di sanalah dia bertemu dengan Steve Wozniak – yang dipanggil Woz – seorang insinyur komputer yang sangat cerdas. Meski Woz lebih tua lima tahun, tetapi karena kesamaan minat, mereka cepat menjadi akrab.
Meski cerdas dan inovatif, Jobs selalu bermasalah dengan pendidikan formalnya. Di sekolah, dia terkenal siswa yang bengal. Bahkan Jobs hanya kuliah selama satu semester dan memutuskan drop-out. Jobs lebih suka masuk ke kelas seni tipografi dan kelas-kelas spiritual.
Akhirnya, sekitar tahun 1974, Jobs nekat pergi ke India untuk mencari pencerahan spiritual, meninggalkan karier yang baru saja dirintisnya sebagai desainer video game di Atari.
Era Silicon Valley
Setelah kembali ke Silicon Valley, Jobs banyak bekerja bersama dengan Woz yang saat itu mengembangkan komputer berukuran “kecil”, hanya terdiri dari sebuah papan sirkuit. Karena relatif kecil, tentunya komputer ini juga akan murah bila nantinya diproduksi. Dan ternyata memang banyak yang suka dengan kreasi Woz ini.
Naluri bisnis Jobs bergejolak. Dia sadar, bila berhasil diproduksi, komputer kecil tersebut akan laris. Jobs lalu mulai merombak garasinya menjadi workshop untuk memproduksi komputer tersebut. Kemudian terciptalah Apple I.
Woz terus mengembangkan komputer tersebut dan terciptalah Apple II pada tahun 1977. Apple II ini jauh lebih canggih daripada Apple I. Sadar akan potensi bisnis yang terpendam pada komputer Apple II ini, Steve lalu mencari suntikan modal. Dia berhasil meyakinkan Mike Markkula yang akhirnya memberikan suntikan dana sebesar US$250.000.
Proyek Lisa dan Tersingkirnya Jobs
Apple kemudian mendapat tantangan dari IBM, perusahaan yang sudah lebih dahulu mapan. IBM berencana untuk segera masuk ke pasar dengan memproduksi personal computer.
Demi mempertahankan diri, Apple kemudian mengembangkan proyek yang dinamai Lisa, dipimpin sendiri oleh Jobs. Lisa diperkirakan bakal menjadi terobosan baru di dunia komputer, karena menggunakan antarmuka grafis. Namun kenyataan pahit harus diterima oleh Jobs. Dia “ditendang” dari proyek Lisa karena dianggap manajer yang terlalu temperamental.
Dengan bara dendam yang menyala, Jobs kemudian membuat proyek sendiri yang disebut Macintosh.
Tujuannya adalah membuat komputer grafis yang lebih murah daripada Lisa dan jauh lebih mudah dioperasikan, sehingga diharapkan akan menggerogoti pasar Lisa.Mac memang akhirnya terbukti lebih sukses ketimbang Apple III dan Lisa. Tetapi mungkin karena kekacauan yang tercipta akibat perseteruan internal tersebut, ditambah lagi persaingan ketat dari IBM, perlahan dominasi Apple memudar. Ini akhirnya berakibat Jobs bukan cuma tersingkir dari sebuah proyek tapi nantinya tersingkir pula dari Apple.
Semula Jobs “disingkirkan” dari posisi manajerial. Dia hanya menempati posisi chairman of the board. Gatal karena memang panggilannya adalah membuat komputer yang canggih, Jobs berencana mendirikan perusahaan baru bernama NeXT dengan membawa serta beberapa insinyur dan tenagamarketing terbaik dari divisi Mac.
Ketika dia memberitahukan hal ini ke jajaran direksi Apple, mereka spontan menolaknya dan bahkan mengancam untuk memperkarakan ke pengadilan. Inilah yang akhirnya membuat Jobs meninggalkan Apple dan menjual saham-sahamnya.
Dalam sekejap saja, Apple telah menjadi perusahaan besar. Pada tahun 1980, nilai perusahaan telah mencapai US$1,2 miliar dan penghasilan Jobs telah mencapai US$200 juta.
Pembelian Pixar
Setelah keluar dari Apple, Jobs benar-benar mendirikan NeXT pada tahun 1985, dengan visi membuat sebuah komputer yang terbaik, baik dari segi hardware, software, maupun dalam proses pembuatannya.
Pada tahun 1986, Jobs membeli divisi komputer grafis Lucasfilm, perusahaan yang memproduksi film-film Star Wars dan Indiana Jones. Perusahaan baru ini akhirnya diberi nama Pixar.
Pixar berkonsentrasi membuat perangkat keras grafis 3D, misalnya scanner yang bisa menampilkan gambaran tubuh manusia secara 3D untuk keperluan medis.
Namun produk perangkat keras NeXT dan Pixar rupanya terlalu canggih dan sulit diterima pasar. Apalagi kecanggihannya itu sudah tentu harus ditebus dengan harga yang mahal. NeXT dan Pixar berada di ambang kegagalan yang membuat keduanya gonjang-ganjing. Akhirnya untuk menghindari kebangkrutan, NeXT dan Pixar sama-sama menghentikan produksi perangkat keras dan berfokus di perangkat lunak. NeXT di bidang bisnis dan Pixar di bidang animasi 3D.
Pixar lebih beruntung dibandingkan dengan NeXT karena akhirnya mampu memproduksi animasi-animasi 3D di bidang periklanan dan otomatis bisa hidup dari pendapatan membuat film iklan tersebut. Animasi iklan yang diproduksi Pixar rupanya menarik minat studio Disney yang menawarkan kerja sama untuk membuat film animasi. Itu terjadi pada tahun 1991. Tapi entah kenapa, pada tahun 1993 pihak Disney membatalkan kontrak tersebut.
John Lasseter, kepala divisi Pixar, akhirnya mencoba meyakinkan Disney dengan menyempurnakan skrip film animasi tersebut. Untunglah kali ini proyek tersebut terus berjalan hingga pada tahun 1995 dirilislah sebuah film berjudul “Toy Story”. Dan seperti yang sama-sama kita ketahui, film tersebut mendulang sukses yang luar biasa. Nama Jobs juga tertulis di film tersebut sebagai produser.
Lagi-lagi insting bisnis Jobs berbicara. Memanfaatkan momentum suksesnya “Toy Story”, ditambahbrand image Disney yang memang kuat mencengkeram di bidang animasi, Jobs membawa Pixar go public. Hasilnya tidak main-main. Saham Pixar sukses di Wall Street dan kekayaan Jobs yang memegang 80% saham Pixar melonjak menjadi lebih daripada US$1,5 miliar!
Kontras dengan bangkitnya Jobs di bisnis TI, Apple justru memasuki masa-masa suram. Apple tak mampu menghadang kreativitas Microsoft yang kala itu menelurkan Windows 95. Penjualan Mac turun drastis dan Apple terancam bangkrut.
Apple segera menunjuk CEO baru yaitu Gil Amelio yang diharapkan mampu menyelamatkan perusahaan tersebut. Langkah awal yang dilakukan Gil Amelio adalah menyegarkan sistem operasi Mac yang saat itu sudah tidak lagi up-to-date.
Yang terpilih sebagai calon penerus MacOS adalah NeXTSTEP, sistem operasi buatan NeXT. Maka, Apple merogoh kocek hingga US$ 400 juta untuk mengakuisisi NeXT di tahun 1995. Dan kembalilah Steve Jobs ke perusahaan yang pernah “durhaka” padanya sepuluh tahun sebelumnya.
Kembalinya Jobs ke Apple
Di bawah Gil Amelio, Apple tak kunjung membaik. Bahkan di kuartal pertama 1997, kerugian Apple mencapai US$700 juta. Direksi akhirnya memutuskan untuk mendepak Gil Amelio karena “prestasi”-nya tersebut dan menunjuk Steve Jobs untuk menjadi pejabat CEO.
Segeralah Jobs melakukan berbagai efisiensi dan inovasi di sana-sini. Bagaimanapun, dialah yang mendirikan Apple. Tentu dia tak rela jika Apple harus runtuh begitu saja. Ratusan proyek yang dianggap tak lagi punya masa depan dihentikan. Produksi hardware dipersempit hingga menjadi empat macam saja. Jobs bahkan memutuskan untuk menghentikan perselisihan paten dengan Microsoft. Slogan baru juga dicanangkan, yaitu “Think Different”, yang menyebarkan ide bahwa pengguna Mac adalah pemimpi yang dapat mengubah dunia.
Akhirnya perlahan tapi pasti, kepercayaan diri Apple meningkat kembali, walau kejayaan itu tidak serta merta kembali. Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun sebelum Apple kembali menjadi penantang serius di dunia TI
Pada tahun 1998, Steve bersama Apple memperkenalkan komputer desktop yang benar-benar revolusioner, iMac.
Desainnya yang unik dan berwarna cerah mampu menjungkirbalikkan desain monoton saat itu yang melulu berwarna hitam atau beige. Inilah produk Apple yang benar-benar inovatif sejak 1984!
Bayangkan, tanpa Steve Jobs, selama 14 tahun Apple ternyata tidak mampu menelurkan produk-produk yang inovatif. Dan hanya tiga tahun dibutuhkan oleh Jobs setelah kembali ke Apple untuk membawanya kembali ke papan atas.
Apple makin bersinar ketika menelurkan MacOS X pada tahun 2001.
Inipun sebenarnya buah tangan dingin Jobs, karena MacOS X aslinya hanyalah “rebranding” dari NeXTSTEP. MacOS X menjadi sangat penting karena akhirnya di atas platform ini muncul berbagai aplikasi yang mendukung strategi digital hub yang dicanangkan Apple.
Strategi ini dipaparkan oleh Jobs pada even Macworld San Francisco, pada bulan Januari 2001. Saat itu Jobs membeberkan visinya mengenai komputer personal. Meskipun para analis memperkirakan bahwa kelak komputer personal akan “hilang” dan digantikan oleh terminal internet, Jobs percaya bahwa komputer akan berevolusi menjadi peranti digital yang mendukung gaya hidup digital. Komputer akan berubah menjadi perangkat yang mampu menjembatani berbagai perkakas digital seperti kamera digital (baik foto maupun video), pemutar MP3, telpon genggam, dan lain-lain.
Visi ini akhirnya membawa Apple untuk menghasilkan berbagai produk aplikasi yang digolongkan sebagai iApps, yaitu iMovie (1999), iTunes (2001), iDVD (2001), iPhoto (2002), iCal dan iSync (2002), GarageBand (2004), dan iWeb (2006). Berbagai peranti tersebut boleh dibilang merupakan amunisi untuk meraih kembali pangsa pasar komputer personal yang terlalu didominasi oleh Microsoft dengan Windows-nya.
iPod, Pemicu Kesuksesan Apple
Yang tak disangka-sangka, kilau gemilang Apple justru berawal dari perangkat iPod, yang semula bahkan oleh Jobs sendiri dipandang sebelah mata. Saat itu Jobs sebenarnya ingin fokus mengembangkan peranti desktop video. Namun ia segera menyadari bahwa hal tersebut masih belum lazim.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa membuat perangkat yang memiliki lompatan teknologi terlalu jauh justru mubazir, Jobs lalu memutuskan untuk lebih mengembangkan pemutar MP3 untuk Apple. Saat itu memang musik digital sedang menjadi isu yang sangat hangat-hangatnya.
iPod akhirnya juga membawa Apple untuk terjun ke bisnis musik digital dengan mendirikan iTunes Music Store.
Menurunnya Kondisi Jobs
Pada tahun 2003, Jobs terserang kanker pankreas. Sebenarnya kanker ini bukanlah jenis yang mematikan jika segera dioperasi. Tapi sayangnya Jobs menolak opsi untuk dioperasi. Dia lebih memilih untuk menjalani terapi yang berasal dari negara-negara Timur.
Meski akhirnya setuju juga untuk dioperasi, namun nampaknya sudah terlambat. Kanker inilah yang terus menggerogoti kesehatannya. Di tahun 2009, Jobs tidak lagi tampil di berbagai event dimana ia mestinya tampil.
Namun kanker sepertinya bukan halangan bagi Jobs untuk terus berinovasi. Tahun 2007, Apple kembali menggebrak dengan produk inovatifnya, iPhone. Bahkan di tahun 2010, ia mengejutkan banyak orang dengan kembali tampil di berbagai event, termasuk ketika memperkenalkan iPad.
Tetapi Jobs akhirnya menyerah juga. Pada bulan Agustus 2011 lalu, ia menyampaikan permohonan pengunduran dirinya dari Apple. Dan belum genap sebulan setelahnya, ia pun pulang menghadap Sang Pencipta.

Perjalanan Karir "Tirto Utomo" Pendiri Perusahaan Aqua

PERJALANAN KARIR "TIRTO UTOMO" PENDIRI PERUSAHAAN AQUA
Pak Tirto yang lahir pada Maret 1930 bekerja di perusahaan asing ketika masih muda. Ketika tamu perusahaannya yang orang asing berkunjung ke Indonesia, banyak yang mengeluh soal air minum. Mereka banyak yang sakit perut, atau sekedar tidak suka rasa air minum saat itu, yang memang hanya direbus dari air tanah. Selain itu, Pak Tirto yang juga sering ditugaskan ke luar negeri oleh perusahaannya, mengamati bahwa di luar negeri, sudah banyak sekali air mineral dalam botol yang dijual dan dikonsumsi secara bebas. “Wah, di Indonesia tidak ada nih, “ pikir beliau saat itu. Pak Tirto mulai menangkap adanya peluang air putih dalam kemasan yang saat itu tidak ada di Indonesia.
Pak Tirto pun memutuskan untuk belajar mengenai cara membuat air minum dalam kemasan ke Bangkok, Thailand. Saat itu, dia sampai ditertawakan oleh Bapak Ibnu Sutowo, salah satu petinggi militer Indonesia. Bapak Ibnu Sutowo sempat mengatakan, “Tirto, kamu itu kok aneh-aneh. Di Indonesia ini air sampai banjir-banjir, lah kok kamu mau jualan air putih”. Wajar saja kalau Pak Ibnu berpendapat seperti itu, karena di Indonesia memang semua orang minum langsung dari rebusan air tanah, tidak ada industry air minum sama sekali.
Namun, Pak Tirto menunjukkan ketangguhannya. Ciri-ciri seorang entrepreneur dengan jelas dia perlihatkan, sikap pantang menyerah! Beliau sangat yakin bahwa Aqua akan maju dengan cepat, karena memang tidak mempunyai saingan di Indonesia. Maka beliau memutuskan keluar dari perusahaan dan membangun pabrik Aqua di Bekasi pada tahun 1973. Ada cerita menarik ketika Pak Tirto akan membuat Aqua ini. Nama awal Aqua adalah Puritas. Namun, ketika Pak Tirto membuat logonya, desainer logo tersebut memberikan saran bahwa nama Puritas terlalu sulit untuk dilafalkan, dan menyarankan memakai nama Aqua saja yang artinya air. Pak Tirto langsung senang dan mengganti nama Puritas menjadi Aqua. Produksi segera dimulai pada tahun 1974 dan mulai dijual pada Oktober 1974. Semua sudah sesuai rancangan, optimism membumbung tinggi, kesuksesan di ujung mata, dan… Aqua TIDAK LAKU!!
Pasar Indonesia masih belum bisa menerima air minum dalam botol. Mereka menganggap minum air rebus dari air tanah sudah cukup. Penjualan terus merosot, sampai 3 tahun terpaksa Pak Tirto memberikan ultimatum pada timnya. Kalau sampai tiap bulan masih harus ada investasi tambahan untuk biaya operasional, maka terpaksa aqua harus ditutup. Akhirnya, tim penjualan mengujicoba konsep ekstrem. Harga Aqua dinaikkan tinggi, dengan harapan margin semakin besar untuk menutup kerugian. Ajaibnya, jumlah penjualan bukannya turun, malah naik dengan sangat drastis! Itulah titik balik kebangkitan Aqua.
Pasar Aqua ketika itu masih terbatas orang asing atau ekspatriat yang bekerja di Indonesia. Contohnya salah satu perusahaan Korea yang mengerjakan proyek tol Jagorawi menjadi pelanggan setia Aqua. Kalau pekerja Indonesia hanya minum kopi atau teh, justru ekspat di perusahaan tersebut hanya minum air putih botolan merk Aqua. Pada tahun 1984, barulah Aqua masuk ke pasar lokal, namun masih sangat eksklusif di toko-toko tertentu. Sudah mulai ada pelanggan tetap air galonan, namun sangat terbatas di kalangan eskpatriat. Saat itu, di pasar air dalam kemasan yang laris terjual dan ada di hampir semua toko adalah berwarna merah (tidak perlu menyebut merknya, namun saya rasa anda pasti sudah tahu merk apa itu). Aqua sendiri hampir tidak terlihat di pasaran.
Namun bukan Pak Tirto namanya kalau menyerah begitu saja. Beliau mempunyai cita-cita di setiap toko, ada warna biru (logo Aqua berwarna biru) diantara warna merah. Dimulailah strategi guerilla marketing ala Pak Tirto. Dimulai di kota Jakarta, setiap warung dan pedagang rokok diber 3 botol gratis pada awalnya. Waktu itu tim penjualan banyak yang bertanya pada Pak Tirto, “loh pak kok Cuma 3 botol?”. Namun beliau justru menjawab, dengan hanya 3 botol tiap toko, maka setiap 2 botol laku, tinggal 1 botol. Hal ini akan membuat kesan Aqua sangat laris. Mulailah ketika 3 botol itu habis, warung-warung dan pedagang rokok memesan ulang Aqua, dan kali ini sudah membayar, tidak lagi gratis.
Strategi distribusi ini memang kelihatan sederhana, namun berhasil membuat Aqua tersebar dimana-mana. Dengan cepat masyarakat lokal bisa menemukan Aqua di pedagang kecil, pasar, restoran, dan hotel sekalipun. Target Pak Tirto juga sangat tinggi. Sekian persen untuk pasar, sekian persen untuk restoran, sekian persen untuk hotel, yang penting Aqua ada dimana-mana. Perlahan pengakuan masyarakat terhadap merk Aqua pun mulai timbul, meskipun masih sangat kecil. Masih banyak yang merasa aneh kenapa mereka harus membeli air dalam botol, ketika air rebus dari air tanah masih bisa diminum.
Kembali lagi kecemerlangan strategi bisnis Pak Tirto keluar. Aqua berusaha mengasosiasikan produknya dengan “air minum sehat”. Mereka berusaha mengedukasi pasar bahwa air minum botolan lebih segar dan sehat daripada air rebusan. Caranya? Dengan cara memberikan banyak sponsorship pada acara-acara olahraga dan anak muda. Puncaknya, Aqua menjadi salah satu sponsor PON, Pekan Olahraga Nasional yang merupakan kompetisi olahraga terbesar nasional. Akhirnya mindset terbentuk pada masyarakat, Aqua ini airnya atlet, airnya orang sehat, jadi kalau mau sehat, ya harus minum Aqua. Mindset kuat ini berhasil membuat market dari air minum dalam kemasan menjadi besar, dan Aqua pun menjadi booming di masyarakat.
Seperti layaknya gadis yang semakin cantik dan sexy, pasar air minum dalam kemasan yang membesar pun tampak sangat sexy di mata banyak orang. Akhirnya kompetitor atau pesaing pun mulai bermunculan. Aqua yang awalnya menjadi single player di industri ini, mendadak harus bersaing dengan beberapa kompetitor sekaligus. Internal perusahaan menjadi tidak tenang, mereka takut Aqua kalah dalam persaingan.
Sekali lagi, Pak Tirto menunjukkan kelasnya sebagai pengusaha sukses yang telah matang. Beliau hadir bagaikan obat penenang untuk internal perusahaan. Bukannya kawatir, Pak Tirto malah bersyukur dengan kehadiran kompetitor tersebut.Beliau berkata, “Jangan takut sama kompetitor, rangkullah mereka. Karena dengan competitor, saya yakin industri semakin maju. Berarti masyarakat justru akan semakin teredukasi tentang sehatnya air minum kemasan ”. Ketenangan ala Pak Tirto ini menyuntikkan semangat baru pada internal perusahaan Aqua. Resiko sebagai pioneer adalah diserang berbagai pihak pesaing. Bukannya stress atau tertekan, Pak Tirto itu justru suka tertawa sambil menggelengkan kepalanya dengan lucu. Beliau adalah orang yang berpikiran sangat positif, sederhana, dan menyenangkan bagi banyak pihak.
Guncangan terbesar Aqua terjadi ketika sosok penenang sekaligus bapak dari semua karyawan Aqua, Pak Tirto, meninggal di usianya yang ke 64 tahun. Praktis ketika beliau meninggal pada tanggal 16 Maret 1994, hari itu juga menjadi hari terkelam dalam sejarah Aqua. Pihak internal perusahaan sekali lagi sempat kehilangan arah. Mungkin kalau dibandingkan dengan dunia bisnis modern, bagi Aqua, kehilangan Pak Tirto sama saja dengan kehilangan Steve Jobs bagi Apple. Pihak manajemen merasa Aqua membutuhkan sosok kuat yang sudah berpengalaman, yang mempunyai karakter yang sama dengan Pak Tirto.Maka dengan niatan tersebut, kerjasama historis dengan Danone dari Prancis pun terwujud. Danone yang merupakan salah satu perusahaan air minum dalam kemasan terbesar di dunia adalah solusi terbaik bagi Aqua untuk mewujudkan cita-cita Pak Tirto. Kerjasama antara Aqua dan Danone semakin memantapkan posisi Aqua sebagai air minum terbesar di Indonesia. Cita-cita Pak Tirto untuk membuat warna biru sejajar dengan warna merah pun semakin mendekati kenyataan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More